Kamis, 30 Mei 2013

Hikmah di Balik Gerhana, Menurut Pandangan ISLAM




Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gerhana maupun bulan merupakan fenomena alam yang ditakdirkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk menunjukkan tanda – tanda kebesaran-Nya. Di mana gerhana matahari akibat posisi bulan yang berada di antara matahari dan bumi sehingga menghalangi cahayanya, dan gerhana bulan akibat posisi bumi yang berada di antara matahari dan bulan sehingga tidak bisa memantulkan cahaya matahari ke bumi.

Pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam telah terjadi satu kali gerhana matahari, tepatnya menurut ulama pada tanggal 29 Rabi’ul Awal tahun 10 Hijriah, karena memang gerhana matahari tidak terjadi kecuali pada akhir bulan Hijriah sedangkan gerhana bulan pada pertengahan bulan Hijriah. bertepatan dengan meninggalnya putra beliau tercinta yaitu Ibrahim.

Hal ini merupakan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena masyarakat jahiliyah dahulu berkeyakinan bahwa gerhana terjadi karena kematian atau lahirnya seorang bangsawan atau yang berkedudukan tinggi, maka Allah Ta’ala Hendak membatalkan keyakinan ini dengan menjadikan gerhana di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam bertepatan dengan meninggalnya putra beliau, untuk menjelaskan bahwa gerhana adalah murni phenomena alam yang ditakdirkan Allah Ta’ala dan tidak ada kaitannya dengan kejadian apapun di muka bumi.

  • Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
Dari Abu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda kebesaran Allah, di mana Allah menakuti hamba-Nya. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang manusia, akan tetapi keduanya merupakan dua tanda kebesaran Allah, apabila kalian menyaksikannya, maka laksanakan shalat dan berdoalah kepada Allah sehingga dikembalikan kembali oleh Allah” (HR Bukhari dan Muslim, nas ini lafaz Muslim 4/463 hadits nomor 1516).
  • Pelajaran penting yang kita bisa ambil dari gerhana matahari maupun bulan adalah:
Pertama : Keduanya merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah Ta’ala yang menciptakan alam semesta ini, menguasainya, serta mengaturnya. Tidak ada satupun yang dapat menghalangi Allah Ta’ala, ketika Allah Berkehendak untuk merubah aturan alam sebentar diluar kebiasaan, untuk menunjukkan betapa lemahnya manusia dan betapa agungnya Allah, maka manusia tidak layak untuk menyombongkan dirinya di hadapan Allah, jadi sepantasnya manusia tunduk patuh kepada peraturan dan hukum Allah tidak kepada yang lain.

Kedua : Merupakan kehendak Allah untuk menakuti hamba – hamba-Nya dengan mengingatkan mereka dari kelalaian dan dosa. Di mana dengan bertambahnya fitnah dan kerusakan di muka bumi yang sebenarnya karena tingkah laku manusia, maka hikmah Allah Ta’ala berkehendak untuk menyadarkan mereka, dan bahwa azab dan siksaan-Nya di neraka lebih pedih dan kekal.
Namun di zaman sekarang, di mana manusia sudah menilai kejadian di bumi hanya dengan kaca mata materi tanpa menoleh ke sisi syar’i. Mereka mengatakan ini hanya sekedar phenomena alam biasa, tanpa melihat siapa yang menakdirkannya dan apa tujuannya.
Ketiga : Bahwa kejadian – kejadian alam tidak ada hubungannya dengan kematian atau lahirnya seseorang, karena jika Allah Berkehendak untuk menjadikan sesuatu, maka terjadilah. Jadi murni karena kehendak Allah, maka barangsiapa meyakini bahwa kejadian alam ada kaitannya dengan kematian dan lahirnya seseorang maka dia telah menetapkan adanya pengatur alam semesta selain Allah Ta’ala.

(berbagai sumber)

Jumat, 17 Mei 2013

Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Bismillahirrahmanirrahiim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
“Fabiayyi ‘ala irobbikuma tukadziban”
Suatu pertanyaan yang tersirat dalam pikiranku saat selesai membaca Surat ke-55 dalam Al-Qur’an, Surat Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih), surat yang terdiri dari 78 ayat, dimana ayat di atas diulang sebanyak 31 kali, ialah:
Kenapa sih ayat ini musti diulang berkali-kali? Memangnya ada yang istimewa yaa?
Kita coba dalami bareng-bareng yuk. Bismillah..

Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Manusia, dengan segala akal yang ia miliki, dengan segala kehidupan yang telah Allah ciptakan, kehidupan yang telah lengkap dengan keteraturan juga keindahannya.
Sekarang, lihatlah sejenak kawan, lihat dengan hati, juga mata..
Matahari yang setiap hari terbit terbenam, telah Allah pelihara segalanya. Bulan itu juga yang hadir di kala malam menyapa kita dengan ramahnya, mereka beredar dengan sendirinya, tanpa harus kita pikirkan rumus fisikanya yang bahkan ntah harus seperti apa ribet-nya. Lihat pula pohon-pohon di sana, yang memberi kesejukan pada kita untuk berteduh, memberi buah-buahan segar untuk kita nikmati dan lihatlah bunga-bunga cantik di sana yang terkadang dengan isengnya kita cabut dan patahkan.
Lihatlah pula lautan di sana, lautan biru nan indah, lautan yang Allah biarkan mengalir dengan anggunnya.. Disertai kesejukan angin yang membawa damai sampai hati..
Tahukah, kawan? Langit, bumi, lautan, mereka semua selalu berdzikir, selalu meminta kepada Allah.. Di kala kesibukan mereka, untuk terbit, terbenam, beredar, mengalir, semuanya.
Lalu kapankah kita terakhir membiarkan hati dan mata ini melihat kebesaran Allah?
Melihat, merenung, kemudian mendalami, dan juga mencari hikmah serta nilai atas semua yang ada dalam kehidupan ini.. Sehingga membuat mata hati kita terbuka dan menyadari bahwa tiada nikmat Allah yang dapat kita ingkari. Satu pun. Setitik pun. Tidak ada.
Allah menurunkan ayat-ayat ini, diulang berkali-kali tentu bukan tanpa sebab.
Sebuah peringatan untuk membuka hati agar mampu bersyukur.
Bersyukur dengan menyadari bahwa manusia sebagai makhluk yang lemah, yang tiada memiliki daya, upaya, kekuatan apapun tanpa izin Allah.
Menyadari bahwa manusia sebagai makhluk yang paling banyak membantah, paling banyak mengeluh, tak jarang pula menyalahkan Allah atas segala yang terjadi, merasa hidupnya tak adil, merasa sendiri, bahkan merasa tak ada artinya lagi hidup.. Tak ada artinya lagi untuk mengadu pada Allah, berkeluh kesah pada Allah, karena kita menganggap Allah tak pernah mendengar, Allah tak pernah memberi jawaban..
Namun, sadarkah kita akan satu hal bahwa..
Allah tak pernah meninggalkan setiap hamba-Nya di muka bumi ini. Manusialah yang justru meninggalkan-Nya, menjauhi-Nya, menduakan-Nya, menyakiti-Nya.[1]
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Berprasangka baiklah kepada Allah..
Berhentilah menyalah-nyalahkan Allah. Minta ampunlah jika kita pernah melakukannya. Sesungguhnya Allah itu Maha Sempurna, Dia tidak pernah berbuat salah. Semua yang kita alami sudah diatur dengan seadil mungkin untuk kebaikan kita sendiri.
Jika kita bisa melihat dengan hati nurani yang paling dalam, sesungguhnya Allah itu benar-benar sayang kepada kita[2] ^_^

Kawan, kita diperingatkan untuk membuka hati, mendalami lagi, bahwa sungguh, nikmat Allah yang mana lagi yang akan kita ingkari? Allah ingin yang terbaik bagi hamba-Nya..
Maka, ayat ini diulang berkali-kali, agar kita sebagai makhluk yang paling banyak membantah, bisa tersadarkan.. tersadarkan.. tersadarkan.. terketuk pintu hatinya..
Yaa Allah, jadikanlah kami hamba-Mu yang banyak mengingat-Mu, banyak mensyukuri nikmat-Mu, sangat patuh terhadap perintah-Mu, senantiasa merendahkan diri ke haribaan-Mu, dan senantiasa mengadu dan berserah diri kepada-Mu.
Tuhan kami, terimalah tobat kami, bersihkanlah dosa kami, kabulkanlah doa kamu, kuatkanlah alasan kami, tunjukilah hati kami, luruskanlah perkataan kami, dan lenyapkanlah keburukan hati kami.
Aamiin Yaa Allah.. Yaa Rahman..

Wallahu a’alam bishawab.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


[1] Oki Setiana Dewi, Melukis Pelangi. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2011, hlm. 187
[2] A.K., Ya Allah, Tolong Aku. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010, hlm. 76
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...