Selasa, 15 Oktober 2013

Berkorban dengan Berkurban

Bismillah...
Menjadi panitia idul adha itu...rasanya sesuatuuuuu banget. Kenapa? Karena ini merupakan pengalaman pertama saya benar-benar terlibat langsung dalam acara idul adha di lingkungan rumah. Biasanya di tahun-tahun lalu saya hanya menjadi penonton yang duduk manis mengamati 'keriweuhan' bapak-bapak dan ibu-ibu yang menjadi panitia idul adha. Ada yang bagian menyembelihlah, nimbang daginglah, bagi-bagi kupon penerima daging kurbanlah, bahkan mengamati anak-anak kecil yang lari-lari main di sekitar mesjid. Mungkin kalau diantara pembaca semua sudah sering kali ya jadi panitia kurban. haha

Kali ini saya diamanahi menjadi panitia kurban bagian menghitung dan memberi nama. Menghitung, ya apalagi kalau bukan menghitung berapa 1/3 dari keseluruhan daging kambing, 1/3 dari keseluruhan daging sapi dan juga menghitung berapa berat daging tiap bungkusnya. Kalau memberi nama itu jadi saya nulis di kertas nama-nama pekurban untuk menandai daging mana punya siapa. Hm, ngerti kan? 

Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari pengalaman tadi. Pertama, belajar menghitung dengan teliti. Haha. Iya dong. Kedua, belajar bersosialisasi dengan masyarakat. Ada yang ngomongnya pake bahasa sunda kadang campur juga sama bahasa Indonesia. Suka bingung sih jadinya ngomong nyunda atau Indonesia aja nih ya. haha. Ya pinter-pinter menempatkan diri aja sih.  

Berikut ini sedikit dokumentasi mengenai kegiatan idul adha di kompleks rumah saya. hehehe.

Yang ini saat proses 'mutilasi' kambing

Kalau yang ini pas sapinya baru mau digulingkan. (hahay kayak presiden aja digulingkan. ups)

'Mutilasi' juga. 

Nah ini dia detik-detik yang paling menegangkan bagi sapi, yakni penyembelihan.

Hayoo, temukan sejuta perbedaan antara foto ini dan foto sebelumnya. hihihi

Pelajaran selanjutnya yang bisa diambil hikmahnya adalah saling berbagi. Ini adalah salah satu makna dari kurban itu sendiri, bukan?! Seekor sapi yang dikurbankan hanya dibeli oleh tujuh orang, tetapi hasil penyembelihannya tidak hanya dinikmati oleh ketujuh orang tersebut, melainkan oleh berpuluh-puluh orang. Begitupun dengan kambing yang dikurbankan. Indahnya berbagi dapat dirasakan disini.

Pelajaran lainnya adalah tentang pengorbanan. Tentu kita ingat kisah Nabi Ibrahim a.s dan Ismail a.s yang menjadi asal usul dari adanya perayaan Idul Adha ini. Mimpi yang dialami Ibrahim a.s saat itu sungguh sangat tidak masuk akal. Terlebih jika peristiwa itu terjadi di zaman sekarang ini. Tetapi dengan keyakinan yang kuat pada  Sang Maha Penggenggam Alam Semesta, Ismail a.s ikhlas mempersilahkan ayahnya melakukan sesuai dengan apa yang ada pada mimpinya dan Ibrahim a.s pun rela mengorbankan anaknya untuk disembelih. Sungguh suatu pengorbanan yang sangat agung dari seorang ayah pada anaknya. Bayangkan jika hal itu terjadi hari ini. Mana ada ayah yang tega menyembelih leher anaknya sendiri. Oleh karena itu, Alloh SWT akhirnya menyuruh Ibrahim a.s menyembelih kambing yang letaknya tidak jauh darinya sebagai tebusan.       

Hikmah apa yang bisa kita petik dari kisah tersebut?
Yup. Pengorbanan. Dari ayah untuk anak juga sebaliknya. Tidak hanya itu. Pengorbanan itu bisa kita tujukan lebih luas lagi. Bisa untuk diri sendiri, untuk kedua orang tua, adik, kakak, keluarga, untuk almamater (ceileee...) , untuk tanah air tercinta dan untuk siapa saja yang mungkin sudah berjasa bagi kita ataupun bagi mereka yang kita cintai. Tentu rasa ikhlas harus diikutsertakan didalamnya agar Alloh SWT meridhai. In shaa Alloh...

Jadi,mau berkorban untuk siapakah kita...? 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...