Rabu, 14 Agustus 2013

Melestarikan Spirit Ramadhan

Bismillah...
                Ramadhan baru saja kita lalui. Tentu kita berharap agar pada tahun-tahun mendatang kita masih diberikan oleh Allah SWT kesempatan bertemu Ramadhan kembali. Spirit apakah yang seharusnya kita warisi dan lestarikan pasca-Ramadhan?
                Sebagai sebuah madrasah, pendidikan Ramadhan idealnya menjadi momentum mengubah mental spiritual untuk meningkatkan kualitas hidup sekaligus memperkuat hubungan dan kedekatan dengan Allah SWT, sehingga kita bisa raih ampunan dan rahmat-Nya sekaligus tergolong orang-orang bejo (al-faizun).
                Ramadhan menghadirkan nuansa spiritual yang sangat mendalam bahwa Allah SWT selalu “hadir” bersama kita. Karena itu, spirit ramadhan yang menghadirkan suasana dan sinyal religiusitas yang kuat ini patut dipertahankan, bahkan ditingkatkan, misalnya, dengan melanjutkan puasa enam hari di Syawal.
                Ramadhan sejatinya merupakan bulan kebahagiaan. Setidaknya kita perlu mewarisi dan melestarikan spirit kebahagiaan bersama Ramadhan. Pertama, kebahagiaan fisikal, berupa kegemberian dan kenikmatan luar biasa saat berbuka setelah menahan diri tidak makan dan minum. “Orang yang berpuasa itu memiliki dua kegembiraan yaitu kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan saat bertemu dengan Tuhannya (kelak di akhirat).”(HR Muslim). Merasa gembira dan nikmat saat makan indikator bahagia secara fisik.
                Kedua, kebehagiaan intelektual. Selama Ramadhan kita dilatih memperbanyak membaca Al-Qur’an, belajar Islam, dan sebagainya. Membaca, belajar, dan berlatih diri berarti memenuhi kebutuhan otak dan akal, sehingga kita bisa merasakan kebahagiaan intelektual. Kebahagiaan yang tak dapat diraih makhluk selain manusia.
                Ketiga, kebahagiaan sosial. Spirit kebersamaan dan berjamaah pada Ramadhan mewarnai kehidupan spiritual kita. Saat yang sama, kita juga dilatih gemar bersedekah, berinfak, berbagi, dan berzakat. Sedekah, infak, dan zakat merupakan bentuk kepedulian sosial untuk kebahagiaan sosial untuk membahagiakan orang lain, terutama kaum fakir miskin. “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain.”(HR at-Thabrani).
                Keeempat,kebahagiaan emosional. Berlatih menahan lapar, dahaga, dan aneka godaan duniawi lainnya merupakan kebahagiaan psikis yang luar biasa. Mukmin yang bisa bersabar adalah Mukmin yang bahagia.
                Kelima, kebahagiaan spiritual. Kebahagiaan ini tercermin pada ketaatan dan ketekunan kita dalam beribadah kepada Allah SWT. Kedekatan dan “pertemuan spiritual” inilah yang sesungguhnya membahagiakan diri, lebih-lebih jika kita mendapat janji Allah berupa “garansi” ampunan-Nya.
               Spirit Ramadhan yang bermuara pada kebahagiaan itu idealnya menjadi komitmen meningkatkan amal ibadah pasca-Ramadhan. Mari kita tindak lanjuti dan tingkatkan aneka amaliah Ramadhan yang sudah pernah dijalani selama Ramadhan itu dalam 11 bulan berikutnya dengan ber-fastabiqul khairat menuju ridha-Nya. Muhbib Abdul Wahab

sumber: Republika edisi 14 Agustus 2013
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...