Pada suatu kesempatan Rasulullah SAW pernah menyatakan,
“Janganlah kalian memujiku secara berlebihan seperti halnya orang-orang
nashrani memuja Isa bin Maryam secara berlebihan, sesungguhnya aku hanyalah
seorang hamba. Maka katakanlah hamba Allah dan utusan-Nya” (Riwayat Bukhari
3445).
Itu adalah nash
yang diucapkan oleh lisan mulia berabad-abad yang lalu. Pada saat itu beberapa
orang Sahabat memberikan penghormatan dengan berdiri tegak saat beliau datang
(bukan berdiri untuk menyambut atau menyalaminya, tapi berdiri menghormat).
Rasulullah SAW, insan tershalih dan paling baik sepanjang
masa enggan mendapat pujian bahkan melarang keras umatnya agar tidak kelewat batas memujinya seperti
halnya yang telah diperbuat oleh orang-orang nashrani terhadap nabi Isa as.
Namun sungguh kondisi berbalik dan semakin tidak jelas. Di
era yang sarat dengan informasi dan teknologi, banyak umat islam yang
menjadikan selebritis sebagai idola. Orang yang ketahuan keshalihannya banyak
mendapat pujian dan acungan jempol hingga sampai derajat yang melebihi ambang
batas. Profil yang jelas-jelas bermaksiat kepada Allah SWT bahkan kafir
kepada-Nya menjadi idola dan panutan. Naudzubillah
min dzalik
Mengidolakan Rasulullah SAW, ada dua sebab mengapa
Rasulullah SAW layak kita jadikan idola : pertama dari kacamata agama kita,
mengidolakan dan mencintai Rasulullah SAW, bernilai ibadah dan wajib hukumnya.
Disini, gak boleh ada unsur tawar menawar lagi
Alasan kedua adalah setiap sisi kehidupan beliau menunjukkan
keteladanan dan performa sempurna sebagai seorang manusia. Dilihat dari sudut
pandang logika dan nilai kemanusiaan, alasan kedua ini sangat beralasan .
Secara logika, orang mengidolakan sesuatu karena ia menganggap sesuatu itu
memiliki kelebihan, entah secara fisik, intelektual, atau kepribadian.
Dilihat dari tampilan fisik, sangat sulit menyebut beliau
pas- pas an. Beliau sangat ganteng, badannya atletis, proporsional, tegap dan
harum. Dilihat dari segi intelektual tidak ada seorang pun yang meragukan
kecerdasan beliau. Pemikirannya hebat, keputusannya akurat, strateginya
brilian, dan sederet keunggulan lainnya. Dilihat dari kepribadian, tidak ada
yang menyangsikan kemuliaan pribadi Nabi, sebelum diangkat menjadi utusan Allah
SWT, gelar Al-Amin (manusia terpercaya, paling jujur dan paling kredibel) sudah
orang-orang sematkan kepada beliau.
Dan cukuplah kita melihat bagaimana Ali bin Abu Thalib,
bertutur tentang pesona akhlak Rasulullah SAW, “Akhlak Rasulullah SAW, mudah dicontoh, ramah, tidak kasar, tidak keras,
tidak suka menyindir, tidak berkata kotor, tidak suka mencela, tidak suka
main-main, dan cepat melupakan apa yang tidak disukainya. Siapa saja yang
mengharapkannya, tidak pernah putus harapan kepadanya. Beliau tidak suka
mengecewakan. Beliau meninggalkan tiga hal, untuk manusia yaitu :beliau tidak
pernah mencela seseorang dan tidak pernah menghinanya, tidak pernah membuka rahasia
seseorang, dan tidak berbicara kecuali dalam hal-hal yang mendatangkan pahala.
Jika beliau berbicara, pendengarnya diam
dan tenang, jika beliau berhenti berbicara barulah mereka mulai berbicara.
Mereka tidak pernah bersilat lidah di hadapan
beliau. Beliau tertawa pada hal yang membuat mereka tertawa dan beliau bersabar
terhadap orang asing atas kekasaran pembicaraan dan permintaannya, walau para
sahabatnya menjawab dengan kasar pula. Beliau bersabda, jika kalian melihat
seseorang yang membutuhkan bantuan, bantulah. Jangan menerima pujian kecuali
dari hal yang pantas dan jangan memotong pembicaraan seseorang sampai ia
mengizinkannya.” (Riwayat Ath Thabrani)
Maka nggak ada alasan bagi kita untuk tidak mengidolakan
Rasulullah SAW, karena selain beliau adalah idola semu belaka dan lewat jika
dibandingkan dengan Beliau.
(Al faqir ilaa’auni
Rabbihi)
Diambil dari :Elfata (Media Muslim Muda) Edisi 10 Volume 10
l 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar