Minggu, 05 Februari 2012

Unconditional Love

Bismillahirrahmaanirrahiim Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

This article was made by Prof Dr Nasaruddin Umar, Vice Minister of Religion RI, and Professor of UIN Syarif Hidayatullah. This is taken from Republika. Have a read, guys!

Dalam Al-Qur'an, dikenal tidak kurang dari 14 terminologi cinta, antara lain, al-hubb, al-'isyq, al-syagraf, al-wudd, al-ta'aluq, dll. Istilah-istilah itu menggambarkan berbagai bentuk dan kualitas cinta, mulai dari cinta monyet sampai cinta Illahi (mahabbah). Semakin tinggi derajat cinta, semakin terbatas persyaratan cinta itu sehingga cinta itu tidak lagi mengenal dan bergantung pada kondisi tertentu. Mungkin karena itu cinta ini disebut dengan Unconditional Love.

Cinta Illahi (unconditional love) ialah puncak kecintaan seseorang kepada Tuhan. Begitu kuat cinta itu, maka seolah yang mencinta dan yang dicintai menjadi satu. Yang mencinta dan yang dicintai terjadi persamaan secara kualitatif sehingga antara keduanya terjalin kekraban secara aktif.

Sebetulnya semua orang berpotensi mencapai kualitas cinta ini karena memang semua berasal dari-Nya dan pada akhirnya akan kembali kepada-Nya (Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un).  kedua entitas itu berbeda, namun sulit untuk dipisahkan, seperti laut dan gelombangnya, lampu dan cahayanya, api dan panasnya. Kita tidak bisa mengatakan laut sama dengan gelombang, lampu sama dengan cahaya, atau api sama dengan panas, demikian pula kita tidak bisa mengatakan antara yang mencinta dan dicintai betul-betuk sama atau antara makhluk sama dengan Khaliq.

Lautan cinta pada diri seseorang akan mengimbas pada seluruh ruang. Jika cinta sudah terpatri dalam seluruh jaringan badan kita, vibrasinya akan menghapus segala kebencian. Sebagai manifestasinya dalam kehidupan, begitu bertemu dengan seseorang, ia tersenyum sebagai tanda ungkapan dan tanda rasa cinta.



 Nikmat sekali 'bermesraan' dengan Allah SWT. Kadang tidak terasa air mata meleleh. Air mata kerinduan dan air mata tobat inilah yang kelak akan memadamkan api neraka. Air mata cinta akan memutihkan noda-noda hitam dan menjadikannya suci. Cinta tidak bisa diungkapkan, hanya bisa dirasakan. Terkadang terasa tidak cukup kosakata yang tersedia untuk menggambarkan bagaimana nikmatnya cinta. kosakata yang tersedia didominasi oleh kebutuhan fisik sehingga untuk mencari kata yang bisa memfasilitasi keinginan rohani tidak cukup. Terminologi dan kosakata yang tersedia lebih banyak berkonotasi cinta kepada fisik materi, tetapi terlalu sedikit kosakata cinta secara spiritual. mungkin itulah sebabnya mengapa Allah SWT memilih bahasa arab sebagai bahasa Alquran karena kosakata spiritualnya lebih kaya.

Cinta Allah bersifat primer, sementara cinta hamba sekunder. Primer itu inti, substansi. Yang sekunder itu tidak substansial. pemilik cinta sesungguhnya hanyalah Allah SWT. hakikat cinta yang sesungguhnya adalah unconditional love (cinta tak bersyarat). Tanpa pamrih ini cinta primer. ini berbeda dengan cinta kita yang memiliki kepentingan. Ketika sebelum kawin, masya Allah, kita kehabisan kata-kata melukiskan kebaikan pujaan kita. Akan tetapi, sesudah kawin, kata-kata paling kasar pun tak jarang dilontarkan.

Unconditional love pernah ditunjukkan Rasulullah SAW, ketika dilempari batu sampai tumitnya berdarah-darah oleh orang-orang Thaif. Rasul hanya tersenyum. "Aduh umatku, seandainya engkau tahu visi misi yang kubawa, melakukan ini", demikian bisiknya.

Ketika datang malaikat penjaga gunung Thaif menawarkan bantuan untuk membalas perbuatan orang-orang Thaif, Nabi berucap, "Terima kasih, Allah lebih kuasa daripada makhluk. Jangan diapa-apakan. Mereka hanya tidak tahu. kelak kalau mereka sadar, mereka akan mencinta saya".

to be continued... :)

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...